Kata ilmu dalam bahasa Arab “ilm”
yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui. Dalam kaitan
penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat berarti memahami suatu
pengetahuan, dan ilmu sosial dapat berarti mengetahui masalah-masalah
sosial, dan sebagainya.
Ilmu (atau ilmu pengetahuan)
adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan
meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam
manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang
pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya,
dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya
Secara Etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa inggris
yaitu knowledge. Dalam ensiklpodiea of philosophy dijelaskan bahwa
definisi pengetahuan. Adalah kepercayaan yang benar (knowledge is
justified true belief.
Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge),
tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang
disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode
yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat,
ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai
pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari
epistemologi.
Berbicara tentang sejarah, maka objek kajianya lebih dalam kepada
peristiwa masa lampau. Begitu pula dengan ilmu pengetahuan yang
Mula-mula manusia masih percaya pada mitos yang sekarang hanya dinilai
sebagai pengetahuan semu (pseudo science). Karena mitos kemudian dianggap tidak memuaskan, maka dicarilah pure science. Objek utama yang dipikirkan manusia adalah alam, sehingga lahirlah pengetahuan.
Amsal Bakhtiar membagi periodeisasi sejarah perkembangan ilmu
pengetahuan menjadi empat periode: pada zaman Yunani kuno, pada zaman
Islam, pada zaman renaisans dan modern, dan pada zaman kontemporer.
Periodeisasi ini mengandung tiga kemungkinan. Pertama, menafikan adanya
pengetahuan yang tersistem sebelum zaman Yunani kuno. Kedua, tidak
adanya data historis tentang adanya ilmu sebelum zaman Yunani kuno yang
sampai pada kita.
Ilmu Pengetahuan Pada Zaman Purba
Menurut George J. Mouly, permulaan ilmu dapat disusur sampai pada
permulaan manusia. Tak diragukan lagi bahwa manusia purba telah
menemukan beberapa hubungan yang bersifat empiris yang memungkinkan
mereka untuk mengerti keadaan dunia. Masa manusia purba dikenal juga
dengan masa pra-sejarah. Menurut Soetriono dan Rita Hanafie, masa
sejarah dimulai kurang lebih 15.000 sampai 600 tahun Sebelum Masehi.
Pada masa ini pengetahuan manusia berkembang lebih maju. Mereka telah
mengenal membaca, menulis, dan berhitung. Kebudayaan mereka pun mulai
berkembang di berbagai tempat tertentu, yaitu Mesir di Afrika, Sumeria,
Babilonia, Niniveh, dan Tiongkok di Asia, Maya dan Inca di Amerika
Tengah. Mereka sudah bisa menghitung dan mengenal angka. Meski agak
berbeda dengan pendapat tersebut, Muhammad Husain Haekal (1888-1956)
berpendapat lebih spesifik bahwa sumber peradaban sejak lebih dari enam
ribu tahun yang lalu (berarti sekitar 4000 SM) adalah Mesir. Zaman
sebelum itu dimasukkan orang ke dalam kategori pra-sejarah. Oleh karena
itu, sukar sekali akan sampai kepada suatu penemuan yang ilmiah.
Terlepas dari perbedaan pendapat mengenai permulaan zaman pra-sejarah
dan zaman sejarah, dapat ditarik kesimpulan bahwa ilmu lahir seiring
dengan adanya manusia di muka bumi hanya saja penamaan ilmu-ilmu itu
biasanya muncul belakangan.
Penekanan terhadap kegunaan dan aplikasi cenderung lebih diutamakan
daripada penamaannya. Teori ini berlaku secara umum terhadap beberapa –
untuk tidak dikatakan semua– disiplin ilmu dari generasi ke generasi.
Berbekal otak, pengalaman, dan pengamatan terhadap gejala-gejala alam,
manusia purba sudah barang tentu memiliki seperangkat pengetahuan yang
dapat membantu mereka mengarungi kehidupan. Seperangkat pengetahuan
tersebut semakin lama akan semakin tersusun rapi karena inilah
karakteristik dasar ilmu.
Selanjutnya Mouly menyebutkan bukti-bukti secara berurutan terhadap
pernyataannya sebagai berikut: Usaha mula-mula di bidang keilmuan yang
tercatat dalam lembaran sejarah dilakukan oleh bangsa Mesir, di mana
banjir sungai Nil yang terjadi tiap tahun ikut menyebabkan berkembangnya
sistem almanak, geometri, dan kegiatan survei. Keberhasilan ini
kemudian diikuti oleh bangsa Babilonia dan Hindu yang memberikan
sumbangan-sumbangan yang berharga meskipun tidak seinsentif kegiatan
bangsa Mesir. Setelah itu muncul bangsa Yunani yang menitikberatkan pada
pengorganisasian ilmu di mana mereka bukan saja menyumbang perkembangan
ilmu dengan astronomi, kedokteran, dan sistem klasifikasi Aristoteles,
namun juga silogisme yang menjadi dasar bagi penjabaran secara deduktif
pengalaman-pengalaman manusia.
Peradaban Mesir kuno, misalnya, mewariskan peninggalan-peninggalan
bermutu tinggi seperti piramida, kuil, dan sistem penatanan kota.
Peninggalan-peninggalan ini tidak mungkin ada tanpa adanya ilmu yang
mereka miliki. Proses pembangunan piramida yang menjulang tinggi dan
tersusun dari batu-batu besar pilihan tak bisa lepas dari matematika dan
arsitektur. Begitu pula dengan proses pembangunan kuil megah mereka.
Sementara itu, sistem penataan kota membutuhkan arsitektur dan
administrasi pemerintahan. Dengan kata lain, peninggalan-peninggalan
bersejarah tersebut menunjukkan adanya ilmu-ilmu tertentu yang mereka
miliki sehingga mereka bisa mewujudkan impian mereka menjadi kenyataan.
Menurut Haekal, Mesir adalah pusat yang paling menonjol membawa
peradaban pertama ke Yunani atau Rumawi.
Sementara itu, menurut Betrand Russell, pada masa Babilonia lahir
beberapa hal yang tergolong ilmu pengetahuan: pembagian hari menjadi dua
puluh empat jam, lingkaran menjadi 360 derajat, penemuan siklus gerhana
yang memungkinkan terjadinya gerhana bulan bisa diramal dengan tepat
dan gerhana matahari dengan beberapa perkiraan. Pengetahuan bangsa
Babilonia ini sampai ke tangan Thales , filosof Yunani.
Ilmu Pengetahuan Zaman Yunani Kuno
Yunani kuno sangat identik dengan filsafat. filsafat dalam pengertian
yang sederhana sudah ada jauh sebelum para filosof klasik Yunani
menekuni dan mengembangkannya. Filsafat di tangan mereka menjadi sesuatu
yang sangat berharga bagi perkembangan ilmu pengetahuan
pada generasi-generasi setelahnya. Ia ibarat pembuka pintu-pintu aneka
ragam disiplin ilmu yang pengaruhnya terasa hingga sekarang. Wajar saja
bila generasi-generasi setelahnya merasa berhutang budi padanya,
termasuk juga umat Islam pada abad pertengahan masehi bahkan hingga
sekarang. Tanpa mengkaji dan mengembangkan warisan filsafat Yunani
rasanya sulit bagi umat Islam kala itu merengkuh zaman keemasannya.
Begitu juga orang Barat tanpa mengkaji pengembangan filsafat Yunani yang
dikembangkan oleh umat Islam rasanya sulit bagi mereka membangun
kembali peradaban mereka yang pernah mengalami masa-masa kegelapan
menjadi sangat maju dan mengungguli peradaban-peradaban besar lainnya
seperti sekarang ini.
Periode filsafat Yunani merupakan periode sangat penting dalam
sejarah peradaban manusia karena pada waktu ini terjadi perubahan pola
pikir manusia dari mitosentris menjadi logosentris. Mitosentris adalah
pola fikir masyarakat yangs sangat mengandalkan mitos untuk menjelaskan
fenomena alam, sedangkan logosentris adalah pola fikir masyarakat yang
tidak lagi mengandalkan mitos, namun lebih kepada rasio yang diperoleh
dari penyeldikan ilmiah.
Dari proses inilah kemudian ilmu berkembang dari rahim filsafat yang
akhirnya kita nikmati dalam bentuk teknologi. Karena itu, periode
perkembangan filsafat Yunani merupakan entri poin untuk memasuki
peradaban baru umat manusia. Inilah titik awal manusia menggunakan rasio
untuk meneliti dan sekaligus mempertanyakan dirinya dan alam jagad
raya.
Ilmu Pengetahuan Zaman Islam Klasik
Ilmu-ilmu keislaman seperti tafsir, hadis, fiqih, usul fiqih, dan
teologi sudah berkembang sejak masa-masa awal Islam hingga sekarang.
Khusus dalam bidang teologi, Muktazilah dianggap sebagai pembawa
pemikiran-pemikiran rasional. Menurut Harun Nasution, pemikiran rasional
berkembang pada zaman Islam klasik (650-1250 M). Pemikiran ini
dipengaruhi oleh persepsi tentang bagaimana tingginya kedudukan akal
seperti yang terdapat dalam Al-Qur`an dan hadis.
Sejak awal kelahirannya, pandangan islam tentang pentingnya ilmu
tumbuh bersamaan dengan munculnya islam itu sendiri. ketika Rasulullah
SAW menerima wahyu pertama, yang mula-mula di perintahkan kepadanya
adalah membaca. Jibril memerintahkan kepada Muhammad dengan bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan.Perintah
ini tidak hanya sekali di ucapkan jibril berulang-ulang sampai nabi
dapat menerima wahyu tersebut. Dengan kata iqra’ inilah kemudian lahir
aneka makna seperi menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti dan
mengetahui ciri sesuatu dan membaca teks baik tertulis maupun tidak.
Wahyu pertama itu menghendaki umat islam untuk senantiasa membaca dengan
di landasi bismi rabbik dalam arti hasil bacaan itu nantinya dapat
bermanfaat bagi kemanusiaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar