Selaras dengan dasarnya yang spekulatif, maka dia menelaah segala
masalah yang mungkin dapat dipikirkan oleh manusia. Sesuai dengan
fungsinya sebagi pionir dia mempermasalahkan hal-hal yang pokok.
Terjawab masalah yang satu, dia pun mulai merambah pertanyaan lainya.[2]
Filsafat Ilmu sebagai Disiplin Ilmu
Filsafai ilmu dapat dipahami dari dua sisi, yaitu sebagai disiplin ilmu dan sebagai landasan filosofis ilmu pengetahuan.
Pertama, sebagai disiplin ilmu. Filsafat ilmu merupakan cabang dari ilmu filsafat, dengan demkian juga merupakan disiplin filsafat khusus
yang mempelajari bidang khusus, yaitu ilmu pengetahuan. Maka
mempelajari filsafat ilmu berarti mempelajari secara filosofis berbagai
hal yang terkait dengan ilmu pengetahuan. Disinilah filsafat ilmu dapat
dilihat secara teoritis, yang dimaksudkan untuk menjelaskan “apa”, “bagaimana” dan “untuk apa” ilmu pengetahuan itu. Tiga persoalan ini lazim disebut ontologi, epistemologi dan aksiologi ilmu pengetahuan.[3]
Persoalan utama ontologi ilmu adalah apa bangunan dasar (fundamental stucture)
sehingga sesuatu itu disebut ilmu atau kapan sesuatu itu disebut
ilmiyah. Sedang dalam epistemologi ilmu, persoalan utamanya adalah
tentang “logika apa” atau struktur logis (logical structure)
yang bagaimana yang dipakai dalam membangun ilmu. Hal ini akan terlihat
dari model argumen dan style komunitas ilmiyah yang bersangkutan.
Sementara dalam aksiologi ilmu, ilmu dapat dilihat dari sudut “peran dan tanggungjawabnya” terhadap masyaraka dan sejarah, maka perhatian terhadap sosiologi dan sejarah ilmu menjadi pembahasan utama.
Filsafat Ilmu sebagai Landasan Filosofis Ilmu Pengetahuan
Kedua,
sebagai landasan filosofis bagi ilmu pengetahuan. Disini jelas filsafat
ilmu lebih dilihat dalam hal fungsinya, bahkan aplikasinya dalam
kegiatan keilmuan. Sebagai landasan filosofis bagi tegaknya suatu ilmu,
maka mustahil para ilmuan menafikan peran filsafat ilmu dalam setiap
kegiatan keilmuan.
Ilmu pengetahuan itu pada dasarnya merupakan representasi fakta; ungkapan kembali dari fakta. Fakta dan peristiwa yang kompleks bahkan tampak ‘semrawut’
dapat dengan mudah dipahami dengan beberapa lembar kertas karya tulis
atau hanya dengan beberapa bagan atau hanya dengan beberapa kalimat
bahkan hanya dengan beberapa istilah.
Dalam upaya representasi[4] itu tentu ada proses, bahkan proses itu termasuk simplifikasi dan reduksi. Memang, tugas ilmu pengetahuan itu membuat fakta yang kompleks dan kelihatan semrawut
dapat menjadi sederhana dan bisa dipahami. Bagaimana proses
representasi fakta itu sebenarnya? Apa rahasia dibalik atau apa
kerangka dasar dibalik proses itu? Inilah pertanyaan pertanyaan pokok
yang mengajak untuk mengetahui landasan filosofis suatu ilmu dan inilah
filsafat ilmu dengan makna yang kedua.
Dalam pandangan filsafat ilmu, proses
dan hasil keilmuan pada jenis ilmu apapun, sangat ditentukan oleh
landasan filosofis yang mendasarinya, yang memang berfungsi memberikan
kerangka, mengarahkan dan menentukan corak dari keilmuan yang
dihasilkannya.
[1] Disampaikan pada seminar kelas untuk matakuliah Filsafat Ilmu bersama Mohammad Muslih
[2] Jujun S Suriasumantri, Filsafat Ilmu sebuah pengantar populer (Jakarta, Pustaka sinar harapan: 1996) hlm.25
[3] Mohammad Muslih, Filsafat Ilmu, Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan (Yogyakarta: Belukar: 2004) hlm.36
[4] Gambaran; perwakilan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar